Latar Belakang
Pada 27
April 2017, seorang sastrawan bernama Sitti Khadeeja menuliskan sebuah puisi dengan
judul “Keadilan Yang Hilang.” Dengan potongan lirik sebagai berikut: “.....Kepada
siapa keadilan berpihak? Hanya tuan puanlah yang memilikinya.” Dalam puisi
ini, baik judul maupun isi menggambarkan bagaimana refleksi mendalam dari
penulis tentang ketimpangan keadilan di negara Indonesia.
Hematnya penulis menggambarkan keadaan keadilan dan hukum yang bersifat tajam
ke bawah dan tumpul ke atas atau dengan kata lain memihak pada kaum kapitalis
seturut teori konsep demokrasi Liberal-Kapitalis. Tidak hanya itu, diskriminasi
keadilan juga terjadi antara kelompok mayoritas dan kelompok minoritas dari
aspek agama, sebagaimana yang dituliskan oleh Abdi
(2020,
Oktober 11):
1.
Pada
tanggal 13 September 2020, sekelompok warga Graha Prima Jonggol di Bogor
menolak ibadat jemaat Gereja Pentakosta.
2.
Pada
tanggal 13 September 2020, sekelompok warga di daerah Bekasi mengganggu ibadah
jemaat HKBP KSB.
3.
Pada
tanggal 21 September 2020, umat Kristen dilarang beribadah oleh sekelompok
orang di desa Ngastemi kabupaten Mojokerto.
Dari
persoalan intoleransi agama ini, banyak orang menilai bahwa hukum bersikap
tajam kepada kaum minoritas dan tumpul terhadap kaum mayoritas. Persoalan
semacam ini kemudian terjadi lagi pada tanggal 4 April 2022, Warga Bringkang tolak
pendirian Gereja. Pada tulisan ini penulis
hendak menganalisa duduk persoalan penyebab sikap intoleransi di desa Bringkang
sesuai dengan hukum negara Indonesia dan teori kebebasan setara dalam tesis
John Rawls, refleksi dari hasil diskusi bersama beberapa teman-teman mahasiswa
Sekolah Tinggi Pastoral Keuskupan Agung Kupang.
Dari
uraian latar belakang di atas, penulis kemudian merumuskan rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana
gambaran persoalan warga Bringkang tolak pendirian Gereja di Desa Bringkang
Kecamatan Menganti Kabupaten Gresik Provinsi Jawa Timur?
2. Bagaimana
landasan hukum Indonesia dan Teori keadilan John Rawls?
3. Bagaimana
hubungan persoalan warga Bringkang tolak pendirian Gereja di Desa Bringkang
Kecamatan Menganti Kabupaten Gresik Provinsi Jawa Timur dengan Teori keadilan
John Rawls?
Berdasarkan
berita yang dituliskan oleh jurnalis Willy Abraham pada media
Surabayatribunnews.com dengan judul berita Warga: Bringkang Tolak Pendirian
Gereja, Camat Menganti Gresik Sebut Sudah Ada Audiensi, pada tanggal 4 April
2022 dapat diuraikan pokok persoalan sebagai berikut. Warga setempat melakukan
aksi demonstrasi dengan membawa spanduk dan banner sambil berorasi di depan
sebuha gudang yang untuk sementara digunakan sebagai tempat ibadah umat Kristen
dan rencananya akan renovasi menjadi Gereja. Hal ini dipicu bukan karena warga
setempat tidak mengijinkan penggunaan dan pembangunan gudang tersebut sebagai
tempat ibadah, tetapi justru karena pihak Gereja yang bersangkutan tidak
mengindahkan atau melanggar poin dari kesapakan yang telah dibuat bersama
antara pihak Gereja dan warga setempat. Warga telah setuju dengan penggunaan
dan pembanguna Gereja di tempat tersebut, tetapi karena kesalahan pihak Geraja,
maka waarga setempat melakukan aksi demonstrasi sebagai bentuk penolakan.
Jika
diamati dengan seksama, ditemukan bahwa proses pembanguan dan penggunaan gedung
sebagai tempat ibadah sudah di “ia-kan” warga sesuai prosedur hukum seturut
Pasal 18 Peraturan Bersama Menteri (PMB)
Agama dan Menteri Dalam Negeri no. 8 dan 9 Tahun 2006. Namun karena pihak Gereja melakukan aktifitas
ibadah diluar kesepakatan dan prosedur sesuai aturan yang berlaku, maka warga
setempat merasa tidak terima dan melakukan penolakan.
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (Tim
Redaksi Pusat Bahasa, 2008: 1098), kata keadilan berasal dari
kata dasar adil yang berarti: “Tidak memihak; berpihak pada yang benar; dan
tidak sewenang-wenang.” Maka dapat
diartikan keadilan sebagai sikap tidak sewenang-wenang, tidak memihak, dan
tidak subjektif.
Sementara itu John Rawls sebagai mana yang dikutip dari
skripsi Loe (2015:
46) berpendapat bahwa: “keadilan adalah kebajikan utama dari
hadirnya institusi-institusi sosial. Yang mana kebaikan bagi sekelompok
masyarakat tidak boleh mengesampingkan hak kelompok atau pihak lain. Dari
pengertian di atas penulis menyimpulkan bahwa keadilan adalah sikap manghargai
hak pribadi dengan tidak mengurangi hak pihak lain.
Panca
Sila adalah dasar filosofi keadailan bangsa Indonesia yang kemudian di jabarkan
dalam UUD 1945, UU dan aturan hukum lainnya. Sila ke-lima Pancasila Dasar
Negara Indonesia berbunyi: Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Keadilan yang dimaksudkan di sini adalah keadilan di berbagai aspek masyarakat
tanpa diskriminasi apapun dan dari pihak manapun, sesuai yang tertuang dalam
UUD 1945 tentang kebebasan dari Pasal 28 sampai pada pasal 29 (Tim
redaksi Pustaka Baru, 2014), kemudian UU no. 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia.
Kritik
Rawls terhadap ultilitarisme dan untisionisme memperlihatkan bahwa kebebasan
dan kesetaraan menjadi basis bagi teori keadilannya. Ia menegaskan bahwa dua
prinsip ini hendaknya tidak dikorbankan demi manfaat sosial atau ekonomi,
berapapun manfaat yang diperoleh dari sikap itu (Ujan,
2001: 59). Sebab, penerapan kedua prinsip
ini tidak hanya mampu menciptakan kebaikan dan keadilan dalam hidup bersama
tetapi juga mampu menjaga stabilitas dari generasi ke generasi.
Menurut
Rawls “suatu teori, betapapun elegan dan ekonomisnya, harus ditolak atau
direvisi jika ia tidak benar; demikian juga hukum dan dan institusi, tidak
peduli betapapun efisien dan rapinya, harus direformasi atau dihapuskan jika
tidak adil” (Rawls,
2006: 3;4). Itu berarti, sebuah teori
keadilan yang dikembangkan harus didasarkan pada prinsip-prinsip keadilan.
Kebebasan dan kesetaraan merupakan prinsip penting dari teori keadilan Rawls
kerena dianggap sebagai basis terciptanya keadilan. Berikut akan dijelaskan
prinsip-prinsip yang membangun teori keadilan Rawls.
Dua Prinsip Keadilan
Dua
prinsip keadilan Rawls yang akan disebutkan ini berangkat dari gagasan posisi
asali di mana manusia dinobatkan sebagai person moral yang memiliki daya untuk
memahami kebaikan dan mencitrakan keadilan. Daya ini menggerakan setiap orang
untuk mengakui dan menyadari bahwa kebebasan dan kesetaraan sebagaimana termuat
dalam prinsip keadilan Rawls sebagai hal yang sepatutnya harus diperhatikan,
diusahakan dan dilindungi.
Dua
prinsip keadilan tersebut berbunyi: Pertama, setiap orang mempunyai hak yang
sama atas kebebasan dasar yang paling luas, seluas kebebasan yang sama bagi
semua orang. Kedua, ketimpangan sosial dan ekonomi mesti diatur sedemikian rupa
sehingga (a) dapat diharapkan memberi keuntungan semua orang dan (b) semua
posisi dan jabatan terbuka bagi semua orang (Rawls,
2006: 72). Dua prinsip ini merupakan
penegasan bahwa untuk menciptakan tatanan kehidupan yang baik dan adil orang
tidak hanya membutuhkan kebebasan tetapi sekaligus membutuhkan pembagian barang
material yang adil. Tanpa barang material kebebasan asasi tak akan bermanfaat
sama sekali (Otto
G. Madung, 2011: 67). Prinsip-prinsip ini hendak
menjelaskan dua hal: Pertama, kebebasan merupakan hal yang penting karena itu
ia harus disejajarkan dengan nilai-nilai yang lain. Kedua, keadilan tidak
selalu berarti semua orang harus mendapat sesuatu secara merata. Menurut Rawls,
ketidaksamaan itu boleh saja ada dan dapat dibenarkan apabila mendatangkan
manfaat bagi semua secara khusus bagi mereka yang paling sering tidak
diuntungkan (Ujan,
2001: 72-73).
Lebih
jauh, untuk menjamin efektifitas prinsip-prinsip tersebut, Rawls menegaskan
bahwa keduanya harus diatur dalam tatanan yang disebutnya sebagai serial
order. Tatanan ini mengatur hak-hak dan kebebasan-kebebasan dasar tidak
boleh ditukar dengan keuntungan-keuntungan ekonomis dan sosial. Dengan
demikian, Rawls hendak memberi penekanan pada prinsip pertama yang mengatur
kebebasan yang setara dibanding kebebasan yang kedua. Penerapan dan pelaksanaan
prinsip keadilan yang kedua tidak boleh bertentangan dengan prinsip keadilan
yang pertama (Ujan,
2001: 73). Penekanan pada prinsip yang
pertama tidak boleh dilihat sebagai usaha mengabaikan prinsip yang kedua tetapi
harus dipandang sebagai cara untuk menjaga agar kedua prinsip tidak saling
bertentangan dan bertabrakan.
Prinsip
pertama menegaskan bahwa kebebasan menjadi hal yang harus diprioritaskan.
Pembatasan terhadap kebebasan hanya diperbolehkan sejauh hal itu dilakukan demi
melindungi dan mengamankan pelaksanaan kebebasan itu sendiri. Hal ini juga
bermaksud agar kebebasan diatur di dalam konstitusi sehingga praktek kebebasan
harus memperlihatkan keselamatan dan hidup yang baik dari orang lain. Artinya,
pelaksanaan kebebasan satu orang tidak boleh membahayakan kebebasan orang lain.
Prinsip keadilan yang kedua menuntut ketidaksamaan dalam mencapai nilai-nilai
sosial dan ekonomi. Namun ketidaksamaan itu hanya dibenarkan apabila tetap
membuka peluang bagi keuntungan semua orang secara khusus bagi yang paling
tidak diuntungkan. Oleh karena itu, ketidaksamaan itu tidak boleh dilihat
sebagai ketidakadilan.
Hubungan
Persoalan Warga Bringkang Tolak Pendirian Gereja Dengan Teori Keadilan John Rawls
Berdasarkan
uraian persoalan dan teori kebebasan serta dasar keadilan di Indonesia, penulis
kemudian menyimpulkan sebagai berikut: Pertama dengan menjunjung tinggi Bineka
Tunggal Ika, semboyan pada dasar filosofi keadilan di Indonesia, maka
sepatutnya ditiadakan istilah mayoritas dan minoritas. Kemudian dengan
mengingat isi UUD 1945 BAB XI Pasal 29 bahwa negara menjamin kemerdekaan bagi
setiap warga dalam memilih, menganut dan menjalankan ajaran agama sesuai ajaran
agamanya masing-masing tanpa tekanan dan paksaan dari puhak manapun, maka
seharusnya setiap warga negara bebas untuk meribadah kapan dan di mana pun.
Tetapi kembali mengingat aturan hukum yang tertuang dalam Pasal 18 Peraturan
Bersama Menteri (PMB) Agama dan Menteri
Dalam Negeri no. 8 dan 9 Tahun 2006, maka seharusnya musyawarah mufakat harus
dilebihdahulukan dan harus dengan bijaksana dilaksanakan. Berkaitan dengan
persoalan ini, sebenarnya konflik tidak mungkin terjadi, jika saja pihak Gereja
tidak melanggar isi kesepakatan bersama. Jika dilihat dari teori keadilan John
Rawls, maka dapat disimpulkan bahwa pihak Gereja memaksakan kebebasannya dengan
tidak memperhatikan kebebebasan pihak lain. Hal inilah yang kemudian memicu
terjadinya demonstrasi. Dari perfektif penulis, penulis membenarkan sikap warga
setempat, mengapa? Karena tindakan pihak Gereja yang tidak sesuai dengan
kesepakatan dan aturan berlaku, karena jika hasil musyawarah mufakat (demokrasi
Pancasila) tidak diindahkan makan sidat hukum yang mengikat dan memaksa harus
digerakan.
Negara
Indonesia merupakan negara hukum. Demikian segala sesuatu dalam kehidupan
kemasyarakatan diatur oleh hukum, sama halnya dengan proses penggunaan dan
renovasi bangunan sebagai tempat ibadah di Desa Bringkang Kecamatan Menganti
Kabupaten Gresik Provinsi Jawa Timur. Persoalan yang terjadi sepatutnya tidak
terjadi jika masing-masing pihak memegang teguh keadilan dan hukum yang
berlaku, atau dengan bahasa teori keadilan John Rawls tidak akan terjadi
konflik jika pihak Gereja dan warga setempat saling menjaga kebebasan
masing-masing atau tidak saling merugikan kebebasan pihak lain.
Referensi
Abdi, A. P. (2020) Kasus Intoleransi Terus Bersemi Saat
Pandemi, Tirto.id. Available at:
https://tirto.id/kasus-intoleransi-terus-bersemi-saat-pandemi-f5Jb. Diakses
tanggal 30 November 2022.
Abraham, W. (2022) Warga Bringkang Tolak Pendirian Gereja, Camat Gresik
Sebut Sudah Ada Audiensi, Surya.co.id. Available at:
https://surabaya.tribunnews.com/amp/2022/04/10/warga-bringkang-tolak-pendirian-gereja-camat-menganti-gresik-sebut-sudah-ada-audiensi.
Diakses tanggal 30 November 2022.
Khadeeja, S. (2017) Keadilan Yang Hilang, SCRIBD. Available
at: https://www.scribd.com/document/346523927/Puisi-Keadilan-Yang-Hilang. Diakses
tanggal 30 November 2022.
Loe, Y. B. I. (2015) Kebebasan Setara Sebagai Pilar Penyokong Keadilan
Dalam Masyarakat Demokrasi Menurut John Ralws. Sekolah Tinggi Filsafat
Katolik Ledalero.
Otto G. Madung (2011) Politik Diverensiasi Versus Politik Martabat
Manusia?,. Maumere: Ledalero.
Rawls, J. (2006) A Theory of Justice. Diterj. U. Fauzan dan H. Prasetyo.
Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Tim Redaksi Pusat Bahasa (2008) Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
4th edn. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Tim redaksi Pustaka Baru (2014) UUD NKRI 1945. Yogyakarta: Pustaka
Baru Press.
Ujan, A. A. (2001) Keadilan dan Demokrasi. Telaah Filasafat Politik
John Rawls. Yogyakarta: Kanisius.