Mengenai Saya

Foto saya
Kupang, Nusa Tenggara Timur, Indonesia

Selasa, 24 Desember 2024

NATAL


Natal dalam tradisi Gereja Katolik diartikan sebagai “Penghayatan atau Perayaan kelahiran Yesus Kristus Sang Penebus dunia.” Di malam penuh sukacita ini, kita Umat Katolik sedunia kembali mengenang dan menghayati bagaimana Allah Yang Maha Kuasa datang dan tinggal, hidup bersama kita dan kemudian Ia rela menderita dan wafat di kayu salib untuk kita manusia.

Allah itu Mahakuasa, tapi mengapa Ia dengan sukarela lahir sebagai manusia rendah seperti kita?

Allah itu Mahamulia, tapi mengapa Ia rela lahir di kandang hewan dan berbaring di palungan tempat makan dan minum hewan?

Allah itu Mahabesar tapi kenapa lahirnya amat sangat sederhana?

Itu semua karena Allah mau mengangkat harkat dan martabat kita umat manusia yang amat dicintai-Nya. Allah datang, Allah meninggalkan segala kemuliaan-Nya untuk hidup sebagai manusia, seperti kita, agar terkikis habis sekat dan kesenjangan kita dengan Allah. Allah mau mengajak kita untuk kembali dekat dan semakin dekat dengan-Nya.

Jika Allah saja demikian, bagaimana dengan kita sebagai makhluk ciptaan-Nya? Apakah kita sanggup meninggalkan keegoisan kita dan dengan suka rela berkorban demi sesama?

Apakah kita sebagai manusia hina dan penuh dosa sanggup mengampuni sesama kita?  

Natal bukan tentang baju baru, natal juga bukan tentang sekadar pergi berbondong-bondong ke Gereja dan pulang tanpa apa-apa. Tapi Natal adalah penghayatan bagaimana kemahamurahan Allah dalam diri dan dalam hidup kita. Mari wartakan Natal dengan kata-kata dan sikap hidup kita.

Semoga....


Selamat menghayati dan merayakan Hari Raya Natal Tahun 2024.


Minggu, 07 Juli 2024

Layang-layang Kertas

 

Lambaian senja seakan berpamit melepas pergi rona jingga bertukar gelap. Semilir angin berhembus menjemput malam, melepas tiap-tiap daun kering berjatuhan dari ranting di penghujung bulan Juni tahun 2024. “Lakukan yang terbaik, dan percaya saja pada takdir!” Sebaris kalimat itu kembali muncul dalam benak, temani waktu demi waktu berlalu tanpa kepastian dari sekian banyak harapan.


Terlalu lama menunggu dalam penantian, kapan ada kepastian? Jika saja sajak awal tak ku hapus kala itu, tentu sekarang bukan waktu ku termenung dalam hilangnya kesempatan demi restu. Sontak terhenyak dari lamunan batin yang terus persalahkan keadaan, teringat pesan terdahulu, “air bisa menjalankan perahu dan bisa juga memutar balikan perahu!” Huffttt..... Apa boleh dikata, kita hidup dari drama yang telah ditata. Bukan maksud utarakan ragu di antara kesan “hanya ikan mati yang berenang mengikuti arus,” tapi mungkinkah layang-layang kertas mampu terbang menembus badai yang tak kalah dari arus? Memang bukan tidak mungkin, tapi keadaan membawa ragu kian terpupuk. Ku harap itu benar, dan perasaan ini hanyalah ilusi dari rasa rindu akan penantian yang tertumpuk menjadi kecemasan. Tuhan, ku harap bisa merasakan sedikit saja arti menjadi orang yang bertanggung jawab, menjawab harapan kian banyak mereka yang terus berharap.

Maumere, 31 Juni 2024.


Jumat, 05 Januari 2024

Angan Dan Jangan




Siang telah pergi meninggalkan gelapnya malam,

Sayup terdengar ratapan khazanah membias kian dalam.

Seolah musim belum berganti dan masih tetap hujan,

Sayang sekali, itu jauh dari khayalan.


Secarik kertas tertoreh tinta hitam, 

Pena menari-nari ikuti irama hati yang kelam.

Untai kata bercorak lawan,

Bergambar asa menuntut antara angan dan jangan.


Sempatkah mimpi itu kurajut?

Sedang tak seorang pun datang menyambut.

Dapatkah cita itu kugapai?

Sementara mata memandang tapi tangan tak sampai.


Mengapa awan terbang semakin tinggi,

Sedang aku terus tertusuk duri?

Mengapa mereka cepat berlari,

Sementara aku jatuh dan enggan tuk berdiri?


Ternyata aku salah,

Mengapa dengan mudah ku pilih berlabuh,

Padahal buku yang ku baca bukan tenang laut?

Ah benar, tempat dan bakat itu tertaut.









Minggu, 24 Desember 2023

TANPA NAMA

 

Dalam hening dan sepinya malam, 

Teringat bayang yang pernah ada dan begitu dalam,

Hati memendam rindu yang terus tertanam

Pada mereka yang dahulu selalu ada siang dan malam.


Derakan lonceng mengiris hati,

Nuansa suka menjadi kurang berarti,

Mengapa jiwa seakan mati,

Pada malam yang amat terberkati?


Raga memang bebas, tapi hati tidak.

Tidak bebas, terikat pada ruang dan waktu sunyi dalam petak.

Dalam hening jiwa yang penuh riak,

Mulut memaksa tuk berteriak.


Teriakan rasa yang seharusnya ada,

Menyurat rindu ingin bersua.

Selamat natal mama,

Selamat natal bapa,

Selamat natal untukmu yang di rumah.


Ah .. keliru kuartikan makna,

Dibiaskan ego rusak suasana,

Ada masa terus bersandar,

Ada masa harus tersadar.


HADIAH NATAL


Sebagai orang beriman Katolik, tentunya tidak asing dengan “Natal” yang dirayakan setiap tahun sebagai hari raya keagamaan. Dalam ajaran Gereja Katolik, makna dari Natal sendiri adalah mengenang kelahiran “Sang Juru Selamat,” yang dikandung dari Roh Kudus dan dilahirkan oleh Sta. Perawan Maria Bunda Allah.

Dalam perayaan natal pula, umat Katolik mengenang bagaimana Allah Yang Maha Kuasa, datang dan hidup sebagai dan bersama manusia. Mulanya Allah telah menciptakan manusia menurut gambar dan rupa-Nya, dan pada saat Natal Allah menyerupa seperti ciptaan-Nya, manusia yang amat dicintai-Nya. Allah meninggalkan “singgasana” yang penuh dengan kemuliaan dan tinggal bersama manusia, itu adalah bukti nyata bagaimana Allah mencintai manusia.

Siapa yang datang di waktu Natal. Dia yang datang, yang lahir di Bethlehem adalah Emanuel, yang berarti “Allah beserta kita.” Sekali lagi dikatakan bahwa Allah meninggalkan “singgasana” yang mulia untuk hidup sebagai manusia di tengah-tengah manusia. Jika Allah saja meninggalkan kemulian-Nya dan hidup sebagai manusia, lantas bagaimana kita manusia menyambut Allah itu? Apakah sekadar dengan hiasan penuh pernak-pernik pada pohon dan kandang natal? Atau pesta pora dengan alasan merayakan natal? Ataukah dengan menyiapkan hati. Memperbaiki pikiran, perkataan dan sikap kita? setidaknya meminta maaf dan memberikan maaf untuk siap batin menyambut dan merayakan Natal? 

“Yesus, datanglah dan tinggallah dalam hatiku, tetapi hati ku ini masih kotor, bersihkanlah dahulu hatiku dengan kuasa-Mu, agar Engkau layak tinggal di dalamnya.”

Selanjutnya, misteri keselamatan Allah ini tidak lepas dari ketaatan Bunda Maria. “Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut kehendak-Mu.” Pernyataan ini merupakan simbol penyerahan diri dan ketaatan Bunda Maria kepada Allah. Dia sadar sebagai hamba Tuhan, dan siap melaksanakan segala kehendak Tuhan, yang mana dalam ketaatannya itu, ia tetap yakin dan percaya sekalipun pedang menembus ke dalam hatinya.

Di era teknologi dan digital ini, segala sesuatu yang kita inginkan dengan mudah kita dapat, tanpa perlu banyak berkorban. Masa yang memanjakan ini, nyaris meninabobokan kita dari sikap berkorban. Kita cenderung lebih menghargai hal-hal yang bersifat membahagiakan dan akan mengeluh saat kita menderita, kita sakit, kita berkekurangan. Kita mengeluh pada sesama bahkan kita sampai mempersalahkan Tuhan yang tidak adil. Apakah kita masih pantas memanggil Maria dengan sebutan Bunda?

Kemudian, ada pula nilai baik yang diteladankan para gembala di Efrata. Ketika mereka mendengar kabar kelahiran Yesus, saat itu juga mereka bergegas menuju ke Bethlehem. Tidak terlihat penolakan dalam bentuk alasan atau pertanyaan apa pun. Siapa ayah-Nya? Siapa ibu-Nya? Atau alasan bahwa masih harus menggembalakan ternak. Dalam menyambut Tuhan yang lahir sebagai manusia, di kandang yang hina, sangat diperlukan sikap taat dan tanpa alasan. Sikap siap berkorban, sikap siap tanpa alasan apa pun dalam menyambut dan mewartakan kabar gembira, kabar keselamatan dengan perkataan kita dan dengan perbuatan kita setiap hari. Jadikan diri kita, perkataan kita dan perbuatan kita sebagai hadiah natal yang paling berarti bagi sesama kita.



Selamat Natal Untukmu Semua


Kamis, 29 Juni 2023

KISAH SEKUNTUM MAWAR

 


KISAH SEKUNTUM  MAWAR🌹

Modestus Peter Iwan Doluhalang

 

Pernah layu sekuntum mawar,

Layu di antara bunga-bunga mekar,

Rautnya kian samar,

Dengan warna yang terus memudar.


Pernah layu sekuntum mawar,

Diterpa panas dari pucuk sampai akar,

Bertahan dalam debu kering tanpa air,

Hampir mati dan berakhir.


Tapi mawar yang pernah layu,

Kini bangkit bernyanyi merdu,

Memamanggil, memikat kupu-kupu,

Dia tak lagi layu.

Benar, bunga tak mekar sekali waktu,

Tapi satu demi satu.

Minggu, 09 April 2023

Apa dan Bagaimana Paskah Bagimu?

 

MERAYAKAN PASKAH

Menggali Kekuatan Iman Katolik dengan “Kembali ke Galilea.”


(Gambar misdinar Stasi St. Petrus Ndao)


Paskah, hari raya mengenang kebangkitan Yesus Kristus Penebus Umat Manusia. Hari Raya Paskah adalah puncak dari Rangkaian Tri Hari Suci. Dalam Tri Hari Suci itu, Gereja Katolik secara khusus mengenang kembali bagaimana Yesus menderita, wafat dan bangkit demi menebus dosa manusia, seperti yang telah Yesus katakan,  "Rombak Bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali" (Yoh 2:19).  Yang dimaksudkan Yesus dengan “Bait Allah” adalah diri-Nya sendiri. Dia wafat dan berbaring dalam kubur selama tiga hari. Dan pada hari ketiga Yesus Kristus bangkit mengalahkan maut, "Ia telah bangkit, dan mendahului kamu ke Galilea" (Mat 28:1-10). Yesus Kristus membawa keselamatan, yang patutnya kita jawabi dengan iman, harapan dan kasih. Dalam Perjanjian Lama, Paskah dirayakan sebagai tanda peringatan akan “pembebasan bangsa Israel dari perbudakan Mesir” (Kel: 12: 1-42). Bangsa Israel yang diperbudak oleh Bangsa Mesir, dibebaskan Allah dengan kuasa-Nya, melalui nabi Musa. Tetapi dalam Perjanjian Baru, paskah dirayakan untuk mengenang pembebasan manusia dari kuasa dosa oleh Allah sendiri. Allah yang menjadi manusia, hadir dan hidup dalam sejarah manusia. YESUS yang adalah Allah Putera, menanggung sengsara dengan penuh kerelaan, hingga wafat di tempat paling hina. Tuhan Yesus wafat seperti seorang penjahat paling hina.

Paskah sebagai puncak perayaan Iman Katolik, harusnya dirayakan dengan hikmat, dengan penuh hati dan dengan persiapan yang matang. Itulah mengapa ada masa prapaskah. Masa prapaskah adalah masa tobat, masa memeriksa diri, menyesali diri akan perbuatan dosa. Masa bertobat dan kembali kepada Allah. Kepada Allah yang meninggalkan singgasana dan kemuliaan-Nya, menjadi manusia dan hidup dengan dan di tengah manusia.

Jika disimak dengan seksama bacaan Injil pada malam Sabtu Suci, salah satu pesan dari perayaan Paskah adalah “kembali ke Galilea.” Galilea adalah tempat pertama Yesus membentuk formasi murid-murid-Nya. Artinya bahwa Yesus mengajak kembali kepada permulaan. Kembali pada titik start. Lalu apa hubungan dengan kita? Tentu saja kita pun diajak Yesus untuk kembali ke “Galilea.” Galilea bagi kita adalah “jalan kebenaran yang diajarkan oleh Yesus.” Ketika kita dibaptis, kita bersih dari dosa, namun kini kita semakin jauh dari Jalan Tuhan dan semakin tenggelam dalam dosa. Maka dari itu, kita dipanggil kembali. Kita tidak lagi dipanggil lewat nabi-nabi, kita justru dipanggil langsung oleh Allah, dipanggil untuk kembali pada “Galilea,” kembali pada permulaan dimana kita bersih dari dosa waktu kita dibaptis.

Kita boleh bahagia karena Yesus telah bangkit, tetapi apakah hati kita pun bangkit dengan meninggalkan dendam terhadap sesama yang berlaku jahat kepada kita?

Kita boleh bahagia karena Yesus telah bangkit, tetapi apakah saat sesama berkesusahan, hati kita pun bangkit untuk membantunya?

Kita boleh bahagia karena Yesus telah bangkit, tetapi apakah sikap dan perbuatan kita tidak lagi terkubur dalam lubang dosa?

Kita boleh bahagia karena Yesus telah bangkit, tetapi apakah mulut kita pun bangkit dengan tidak mengumbar cacian, hinaan dan gosip?

Kita boleh bahagia karena Yesus telah bangkit, tetapi apakah hasraf dan nabsu pun telah bangkit dengan tidak mengorbankan tubuh untuk kenikmatan sesaat?

Kita boleh bahagia karena Yesus telah bangkit, tetapi apakah cinta akan Allah, akan istri, suami, anak, orang tua, kakak-adik, teman dan sesama pun telah bangkit?

Kita boleh bahagia karena Yesus telah bangkit, tetapi apakah kita pantas merayakan-Nya?

Semoga......,

 

Saya Modestus Peter Iwan Doluhalang, mengucapkan Selamat Merayakan Hari Raya Paskah untuk kita semua. Semoga damai paskah senantiasa menyertai kita semua.

Rote, 9 April 2023.

Selasa, 04 April 2023

MELUKIS CINTA DI ATAS PASIR PULAU KECIL

Dalam Aksi Mengunjungi Umat Stasi Santu Petrus Ndao


(Kapela Santu Petrus Ndao)

 

Hari itu hari Sabtu, tepatnya di tanggal 1 April 2023. Di atas laut yang tenang saya bersama dua teman mahasiswa KKN ( Kuliah Kerja Nyata) STIPAS Keuskupan Agung Kupang bersama Pastor Paroki St. Kristoforus Ba’a, RD. Ardy Meman dan seorang suster berlayar menuju pulau Ndao, dalam rangka merayakan Hari Minggu Palma, Hari Kamis Putih dan Jumat Agung bersama umat Katolik di sana. Pulau Ndao atau Rai Dhao adalah sebuah pulau kecil di sebelah barat Pulau Rote di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Pulau Ndao adalah salah satu dari tujuh pulau di wilayah Sunda Kecil, yang disebut “busur luar”. Di pulau ini terdapat sebuah Stasi yang menjadi bagian dari Paroki St. Kristoforus Ba’a, Keuskupan Agung Kupang.

Saat rombongan kami tiba, senyuman dan sambutan hangat dari umat Stasi yang hanya berjumlah 11 (sebelas) KK memancar deras. Menggambarkan kerinduan akan kehadiran seorang gembala iman. Bagaimana tidak, umat di pulau ini jarang merayakan Ekaristi, lantaran jarak dan sulitnya transportasi, ditambah lagi dengan cuaca yang bisa saja tidak menentu, sehingga imam atau pastor sulit mengunjungi stasi ini. Namun semangat mereka dalam iman Katolik tidak pernah pudar, biarpun mereka hidup sebagai minoritas di pulau ini, ditambah lagi dengan keterbatasan yang mereka miliki, itu tidak menjadi penghambat dalam menumbuhkembangkan dan memperteguh iman mereka.

“Mereka hebat, mereka mandiri.” Ungkapkan itu mengalir begitu saja, setelah beberapa hari tinggal bersama mereka.  Meskipun mereka kurang paham tentang teori keimanan Katolik, tetapi aksi, sikap dan semangat iman mereka melampaui itu. Bapak Anton, Ketua Stasi Mengungkapkan bahwa betapa merindunya mereka akan kehadiran imam, mereka haus akan itu. Dari rasa “haus” yang mereka rasakan itu, menyulut semangat mereka, mereka telah membangun sebuah kapela yang bagus, dengan sumbangan dari DIRJEN BIMAS KATOLIK, dan dari kolekte dan iuran pembangunan (11 Kepala Keluarga). Beberapa umat pun menimpali, bahwa “ketika imam tidak berkunjung, kami bergantian mengambil bagian dalam Ibadat Sabda pada hari Minggu.” “Kami memang ingin memiliki seorang imam yang menetap di sini, di Stasi kami ini, namun kami juga tahu bahwa kami belum punya Rumah Pastoran, juga jumlah umat kami belum banyak. Kami yang berjumlah 11 (sebelas) KK ini,  semua adalah keluarga.”

Rd. Ardy Meman, dalam kotbah Hari Minggu Palma. Mengatakan bahwa, “bisa saja ketua Stasi memimpin ibadat perayaan Pekan Suci. Tetapi kehadiran imam itu sangat penting.” Seperti Rasul Paulus dalam mengemban misinya, mewartakan Kristus kepada orang-orang bukan Yahudi. Ia tidak tinggal dan diam, tetapi berkeliling, menghadapi pelbagai hambatan dan tantangan. Misi bukan saja tentang mengumpulkan banyak orang, tetapi juga melibatkan banyak orang dalam misi itu sendiri. Itulah maksud dari RD. Ardy, ia tidak ingin diam dan tinggal di Rumah Pastoral Paroki. Ia keluar dan menghadapi hambatan dan tantangan demi sekadar mengunjungi umat di Stasi Kecil, Stasi Santu Petrus Ndao. Romo Ardy pun menimpali bahwa hendaknya semua umat di Stasi ini saling mendukung, terlibat aktif dalam kegiatan Gereja, “saling melengkapi dan melayani atas dasar Kasih Kristus.”

Dalam kunjungan ini, RD. Ardy juga mengajak umat dari Stasi Kola dan Feapopi yang ada di pulau Rote.  Ajakan ini disambut hangat, umat dari dua stasi ini akan datang ke Pulau Ndao pada Rabu, 05 April 2023. Mereka juga akan mengambil bagian dalam perayaan Kamis Putih dan Jumat Agung. Kunjungan ini dimaknai Pastor Paroki St. Kristoforus Ba’a, RD. Ardy sebagai Redemptoris Missio, sebagai mana yang termuat dalam Art. 22 “Diutus Sampai Ke Bumi,” yang merujuk pada Amanat Agung ( Perintah Perutusan) dari Yesus sendiri (Mat. 28: 18-20). Satu keinginan beliau adalah meneladani Yesus Kristus dalam pelayan tanpa ada tujuan untuk “uang.” Ia juga menghimbau agar semua imam haruslah demikian, agar umat mendapat pelajaran dan teladan bagaimana semangat melayani yang sejatinya. “Terjun ke tengah umat, merasakan kehidupan umat, tidur di tempat tidur umat dan makan apa yang dimakan umat.” Tidak pun hanya untuk imam, awam juga punya tugas yang sama, ketika imam sudah memberi teladan, umat harusnya siap meneladaninya. Karena yang memiliki imamat bukan hanya imam, tapi umat juga punya imamat umum.

Dari sini saya secara pribadi memetik pesan, bahwa iman tidak tumbuh dalam diam dan tinggal, tetapi dalam tindakan semangat pelayan.

PERGILAH, KAMU DI UTUS!

 

 

#Modestus Peter Iwan Doluhalang

Ndao, 4 April 2023


Lihat juga bacaan lain di BERANDA

 

Minggu, 12 Maret 2023

SAJAK MALAM

 

"Tuhan, masih pantaskah raga bernyawa ini Kau jaga?"

Sajak malam menghantam keras sandungan rindu,
Memecah belah risau yang membelenggu,
Saat "bunga" tergoda "si kumbang madu,"
Seolah melupakan Dia, t'lah jadi candu.

Apa gerangan waktu singkat terasa lama?
Bukankah doa berujung pada dosa yang sama?

Ya, semua hanya tentang ada,
Sesaat sesak terasa menyeruak di dada,
Kian menumpuk dosa dengan bangga,
Sungguh ku debu yang tak berharga.
 
Tuhan, masih pantaskah raga bernyawa ini Kau jaga?
Hati bertanya di kala terjaga.

Sabtu, 11 Maret 2023

MAU PULANG ATAU ULANG?


"Setiap manusia tidak pernah luput dari salah dan dosa, tapi tidak semua manusia mengakui salah dan dosanya, kemudian kembali kepada Tuhan."

Ketika kita jauh dari tempat atau orang ternyaman yang tentunya kita sayang, pasti akan timbul perasaan yang disebut "rindu atau kangen." Perasaan ini sungguh lahiriah, karena datang dengan sendirinya dan sulit tuk ditepis. Tentunya semua kita pernah mengalami hal seperti ini. Begitupun ketika kita semakin jauh dari Tuhan, pasti dalam lubuk hati yang paling dalam, ada kerinduan untuk kembali dan bertemu dengan Tuhan. Kerinduan itu datang dari hati dan memaksa kita untuk kembali kepada Tuhan. Tetapi ada seribu satu cara iblis menghalangi kita, menutup mata dan telinga kita untuk mendengar dan melihat ajakan suara hati itu. Ada berbagai macam alasan yang ditawarkan iblis, seperti egois, gengisi dan lain sebagainya. Dan itulah kita entah sadar ataupun tidak.

Hari ini, dalam Injil yang menggambarkan Perumpamaan Tentang Anak Yang Hilang, kita diajak langsung oleh Yesus, kita diajak kembali pada rumah Bapa yang begitu kaya dan sejahtera. Kita diajak meninggalkan segala hal duniawi. Begitu tulus ajakan Tuhan tanpa mempertimbangkan salah dan dosa kita.

Lalu bagaimana kita menyikapinya? Apakah harta, tahta dan jabatan mematahkan ajakaan dari Tuhan ini? Ataukah dengan lapang dada kita berbenah diri dan kembali pada pintu yang terbuka lebar?

Setiap manusia tidak pernah luput dari salah dan dosa, tapi tidak semua manusia mengakui salah dan dosanya, kemudian kembali kepada Tuhan.

So, marilah jawabi ajakan Tuhan kita. Sekali redup tapi tak padam. Sekali jauh, pasti kan kembali. Sekali malu, melangkahlah lewat pintu yang t'lah dibuka Sang Ilahi.

 

 Semoga,....


Baca juga:

LUPA NAMA INGAT RASA

Diam

Gundah Antara Angan Dan Jangan

Aku Pelukis Senja

Dan bacaan lainnya di Beranda

Halaman Facebook LILIN KECIL

Jumat, 10 Maret 2023

Lupa Nama Ingat Rasa













"Sesuatu yang tidak mungkin bisa dibawa pulang adalah bekas."

Kamis, 9 Maret 2023, dalam perjumpaan dengan umat Stasi Batu Tua, dalam perayaan Ekaristi Pemberkatan Rumah. Tertaut dialog singkat bersama seorang umat. Dialog dibuka dengan menanyakan nama, asal dan berapa lama di sini (di tempat KKN). Kemudian perbincangan mengarah pada pertanyaan: Apa yang akan kalian lakukan di sini? Pernyataan ini sederhana, namun setelah dipikir lagi, pertanyaan ini mengandung makna yang dalam. "Apa yang akan kalian buat di sini?" Setelah pertanyaan itu, kemudian dilanjutkan dengan satu pertanyaan lagi: "Apakah kalian bisa meninggalkan kenangan baik, sehingga ketika kalian kembali, kenangan itu dapat mengingatkan kami pada kalian?"

Sontak saya tertegun, saya berpikir keras apa yang harus saya lakukan? Saya berpikir bukan sekadar menjawab pertanyaannya, tetapi apakah kehadiran saya dapat dianggap ada? Dari percakapan itu kemudian saya refleksikan, umat mengharapkan sosok orang yang dapat membawa mereka, mengarahkan mereka bukan sekadar dengan kata-kata tetapi dengan aksi yang nyata. Memberikan contoh dalam tindakan. 

Setelah kembali ke Patoran Paroki, dalam makan malam bersama, Pastor Paroki RD. Ardy Meman juga menyampaikan bahwa: "Datang dan pergi itu biasa, terapi yang luar biasa adalah apa yang kau buat mulai dari kau datang dan sebelum kau pergi." Dari pernyatan ini saya kemudian teringat pada motto tingkat kami  Pertransiit Benefaciendo (berkeliling sambil berbuat baik). Dua pencerahan yang saya dapatkan kemudian menuntut saya untuk total, bukan hanya saat KKN, tetapi selama menjadi Katekis, yang berarti seumur hidup. Jika katekis mengajarkan tentang Kristus, berarti katekis sudah harus paham dan dekat dengan Kristus. Jika katekis mengajar tentang kebaikan, berarti katekis terlebih dahulu telah melakukan kebaikan. karena warta bukan hanya dengan kata-kata tetapi juga bahkan lebih pada tindakan. (Iman tanpa perbuatan pada hakikatnya mati dan perbuatan tanpa iman adalah tiada arti).


So, apa yang sudah saya buat sebagai ungkapan iman saya? Setidaknya ketika nama kita dilupakan, "rasanya" tidak ikut dilupakan.


Baca juga:

Diam

Gundah Antara Angan Dan Jangan

Aku Pelukis Senja

Dan bacaan lainnya di Beranda

Halaman Facebook LILIN KECIL











Rabu, 08 Maret 2023

DIAM




"Ketika kata tak lagi bermakna, lebih baik diam saja." Kalimat singkat ini pernah tertulis pada pintu tertutup, wujud kecewa mendalam. Sekalipun singkat, kalimat ini menyiratkan banyak makna, salah satunya adalah makna "diam."

Tidak sedikit orang berpikir bahwa diam adalah gambaran ketidaktahuan. Jika anda adalah bagian dari orang-orang itu, berarti anda keliru. Kenapa?

Pythagoras pernah berkata bahwa "lebih baik diam, atau lakukan sesuatu yang lebih baik dari pada diam." Diam bukan berarti tidak mampu dan diam juga bukan berarti tidak melakukan apa-apa. Sejatinya analisa dengan hasil paling baik adalah analisa yang dilakukan dengan diam. Dan perlu diingat bahwa seorang penembak jitu, membutuhkan "diam" untuk mendapatkan momen yang tepat.

Sudah tidak asing slogan "tong kosong nyaring bunyinya." Slogan ini sudah cukup jelas mengartikan karakteristik diam itu sendiri. 
Perlu ditekankan, seseorang diam bukan berarti dia tidak tahu apa-apa. Sebenarnya dia sedang membalut mutiara, dalam diam dia simpan mutiara itu.
Dia hanya diam karena dia tidak ingin mutiara itu jatuh ke mulut babi.

So, berbicaralah seperlunya saja, dan seadanya saja. Sebisa mingkin sesuaikan dengan apa yang telah atau dapat dilakukan. Karena apa? Membuktikan kualitas diri tidak hanya dengan ocehan murahan, tetapi dengan tindakan.
Singkatnya, "kalau belum bisa buat apa-apa, jangan omong apa-apa."



Sssssssttttttttttttt, baribut diam-diam🤫




Atau klik menu > Beranda












Selasa, 07 Maret 2023

GUNDA ANTARA ANGAN & JANGAN



Gelap teramat dalam bersama sunyi yang tak terlukiskan, menjelaskan suasana diri yang bimbang antara angan dan jangan.  Bagaikan coretan pena tak terarah pada kertas putih yang semula bersih tak bernoda,  kini sembrawut dan tak jelas, itulah gambar isi kepala. Pernahkah kalian menemukan orang gila yang lebih gila dari orang gila? Semua nampak dalam raga yang kian rapuh tepat di depan gerbang akhir dari kata juang. Sontak timbul tanya: “Mengapa saat semakin lurus niat, semakin berat pula hambatan dan tantangan? Tak bisakah liku-liku ini diluruskan seperti jalan mereka yang terus tersenyum lebar? 
Diujung habisnya ambisi ribuan dan sarat, kepala memaksa kaki berhenti tanpa isyarat, katanya ia lelah menanggung beban yang kian berat. Tetapi,  dari celah puing reruntuhan harapan, sayup terdengar suara hati berusaha membisikan cerita pahit dalam sejarah. Menjelaskan usaha dari mula yang tak mudah, dengan titah “Jika lelah berlari, berjalanlah. Itu lebih baik dari pada berhenti!” Ingat saja bahwa hanya orang mati yang tak dapat berbuat apa-apa. Dan jika mulut mengucap “tak sanggup” kau sedang mencoba bunuh diri!

AKU PELUKIS SENJA


Dalamnya angan semakin jauh.

Jauh niat pada asa penghapus peluh.

Tak peduli sekuat-kuatnya niat.

Tergoyah juga oleh ribuan goda tanpa syarat.


Aku pelukis senja, terdampar jauh.

Lebih jauh dari tuan pada puannya.

Bahkan hanya bisa bertanya.

Pantaskah aku disebut kepunyaan-Nya?


Seperti sadar setelah ditampar.

Aku t'lah jauh melanggar.

Bukan tak sengaja, justru dengan mata terbuka lebar.

Masih pantaskah kembali bersandar?


Aku pelukis senja.

Rindu pulang pada Dia yang empunya.

Merangkak pelan, keluar dari hati begitu gelapnya.

Harus, harus sampai pada janji selamat-Nya.


Saat riuh mulai senyap.

Sayup ku dengar kidung ratap.

Sekadar ingin tuk mengenang.

Juang-Nya yang jadi pemenang.


Aku pelukis senja, sadar dalam raga yg termenung.

Mengingat Dia, dosaku ditanggung.

Memar, merah, darah, robek, Dia terluka.

Bahkan dahaga disuapi cuka.


Siapakah aku ini Tuhan?

Mengapa demi aku Kau berkorban?

Bukankah dengan tawa Kau ku hina?

Mengapa jiwa tak Kau cabut pada raga hina-dina?


Aku pelukis senja, t'lah lupa.

Indah senja, indah dunia  sementara, tak lama.

Aku pelukis senja, t'lah buta.

Buta pada maaf-Mu yang tak terhingga.





Rote, 07 Maret 2023

Selasa, 21 Februari 2023

MAMA











Sajak cinta memang sederhana,

Tapi tidak dengan larik “pelampung tinggal satu,” 

pada bait “kapal Cantika.”

Isyarat cinta ibu pada anak, Yang menjadikannya tenggelam.


sajak cinta memang sederhana, 

tapi tidak dengan bait “penjaga tungku dalam rumah,”

isyarat kuat beri pelukan, seolah tegar asa harapan,

nyata rapuh dia diamkan.


Sajak cinta memang sederhana,

Tapi tidak dengan rima “ dusta si pembohong besar.”

Isyarat paksa senyum, seolah jujur,

Demi kenyang anak, ia rela lapar.


 Kupang, 29 Oktober 2022

Senin, 13 Februari 2023

Hari Kasih Sayang.

 


Hari Kasih Sayang.

Kasih apa? Sayang siapa?

Hari barter coklat dan harga diri!

 

Berbicara tentang Valentine day, banyak dari kita kemudian mengartikannya sebagai hari kasih sayang yang selalu dirayakan pada tanggal 14 Februari. Hari kasih sayang itu sebenarnya mengenang seorang Santo bernama Valentinus  dari Roma, yang dihukum rajam dan berujung dipenggal kepalanya, karena menentang dekrit Kaisar Klaudius. Karena sikap pembelaannya terhadap moral kaum muda Roma itu, hari kematiannya yaitu pada tanggal 14 Februari, dikenangkan sebagai hari Valentine.

Dewasa ini, Valentine day dirayakan secara universal, hampir di seluruh pelosok dunia. Namun, perspektif atau nilai dari valentine itu sendiri kini kian bergeser. Tidak sedikit orang, terkhusunya kaula muda mengartikan hari kasih sayang itu sebagai hari untuk memberikan “kasih sayang” secara penuh kepada seseorang yang istimewa saja. Sampai pada titik ini belum nampak sesuatu yang ganjil. Tapi jika diperhatikan lebih dalam, orang istimewa yang dimaksudkan bukanlah orang tua, bukan sahabat, bukan teman, bukan pula kerabat bahkan bukan Tuhan. Orang istimewa menurut mereka adalah pacar. Benar tidak jadi persoalan pacar menjadi orang istimewa, tapi dapatkah cinta seorang pacar disetarakan dengan cinta, pengorbanan dan perhatian orang tua? Apakah cinta seorang pacar lebih besar dari cinta Dia yang tergantung di kayu salib demi menebus dosa manusia?

Mirisnya lagi, hari kasih sayang diartikan sebagai “saya cinta maka saya kasih,” yang mana pada hari itu, tidak sedikit kaum muda khususnya kaum wanita dengan suka rela bertemakan Valentine day, menukarkan kehormatannya dengan sebatang coklat seharga Rp 10.000. Apakah itu pantas?

Saya kira demikian, di hari kasih sayang ini patutnya sebagai orang beriman, pertama-tama mengucapkan syukur kepada Tuhan. Setelah itu, ungkapkan syukur dengan cinta yang dalam untuk kedua orang tua. Sekedar membagikan pikiran, jika saja di setiap hari, kita selalu menerima dengan sadar, mensyukuri dan berusaha membagikan kasih sayang kepada semua orang, tidaklah begitu berarti hari kasih sayang itu.

 

Diantara Terbuang dan Berjuang

 

Perlahan ku buka mata. Berat, ya memang sangat berat tuk tinggalkan mimpi yang belum tuntas ku rajut, tapi harus ku paksakan!


Kelat!

Jujur hati enggan membuka mata ini,  namun raga tak harus terus tidur. Bergerak mencari jawaban.


Terbelalak bola mata memerah, muka turut serta namun hati tidak, ia lebih memilih untuk bingung dan terus menatap tontonan lucu yang kian terpamerkan.


Lelah melihat, tanpa komentar hati bertanya, mengapa demikian?

Mengapa dan terus saja mengapa?


Mata lebih melihat namun kala peka dari nurani. Peka terhadap jiwa yang mudahnya meninggalkan jasad, jiwa muda obsesi dan stres berputus asa dan putus  nyawa.


Inikah prinsip hidup yang semestinya? Lalu apa yang seharusnya membuat badan  melayang bebas dari penyebrangan bernamakan "Liliba" Tersebut?


Hai muda, kau teramat kuat,

Janganlah berpekikan berat-berat,

Kepalamu masih dibutuhkan rakyat.

Lupakah kau akan hidup lalu yang kian melarat, hingga kau terpaksakan batinmu untuk terjun bersaing dengan ribuan ambisi yang sarat?


Jilatlah ludah mu itu! 

Jilat saja! Tak perlu kau risau pada mata indah rembulan yang kadang tak selalu sepenuhnya datang.

Wajahnya ia sembunyikan!

Ia pun tak  setia bukan?


Lawanlah nabsu hasrat mu! 

Kau masih teramat kuat!

Tapak jauh masih harus kau rajut. 


Ingatlah betapa pilu luka dalam sang pujaan mu? Mereka teramat luka melihat kau patah dalam tumbuh yang terlalu mudah!


SEGERALAH BANGUN DARI MIMPIMU HAI KAU YANG MUDAH!!!!


_Modestus Petter Iwan Dlhg

Minggu, 12 Februari 2023

Berderak Diantara Retak dan Hampir Pecah

"Refleksi dari kalimat seandainya dulu"

Selamat pagi terucap dari mulut untuk semesta, tapi yang utama adalah sepasang mata yang tak pernah jenuh memandang keruhnya alur hidup nan butuhkan nasihat ini.


Mentari masih belum terlihat betul, tapi dia, sosok yang tak juga istimewa penampilannya tlah berlalu mengejar nafkah demi sesuap nasi.

Ingatkah kah kau, bahwa tiap-tiap nikmatnya suapan kedalam rahang mu adalah hasil pengorbanan peluh, nanah, bahkan darah dari dia yang raut wajahnya kian mengkerut keriput?


Seorang ayah mungkin saja  tak pernah berkata "Aku menyayangi mu Nak!", Tetapi ketahuilah, bahwa bilamana ibu mengandung selama sembilan bulan sepuluh hari di dalam rahimnya, dari saat itu juga ayah mengandung anaknya selama hidupnya dalam kepalanya, mengandung pikiran memecah pekiknya persoalan, tanggung jawab,  demi bagaimana melihat  raga mu tersenyum bahagia.


Dia kian rapuh, wajahnya kian keriput, ubannya mulai nampak. Ya, dia menua!

Tapi pernahkah sekali saja mulut bertanya; "Ayah, apa cita-cita di senjanya usiamu nanti?"


Tak lain dan tak bukan, hanya akan ada satu jawaban..... 

"Nak, ketahuilah, ada satu kebahagiaan terbesar yang sangat ayah harapkan. Sukses mu lah yang harus menghentikan kerja keras ku selama ini, sukses mu lah yang harus membahagiakan raga ini hingga mata kian redup dan tertutup!"


Hati pedih, relung kian sedih!

Pukulan yang teramat dalam menusuk, sangat lah sakit. Tetesan air mata membasahi pipi, tanda penyesalan.


Maaf ayah, aku gagal.

Aku terjerat keteledoran, aku melupakan semua perjuangan mu,  tlah aku patahkan semangatmu.

Bantu aku ayah, berdoalah untuk jalan di depan ku.

Tak ada dan tak pernah ada tempat yang lebih baik tuk bersandar. Ayah kemana pun kami ingkar, pasti akan kembali di bawa kaki tak beralas mu ini.

Sabtu, 11 Februari 2023

Pemuda Cinta Gereja Dan Bangsa

 



Pemuda Cinta Gereja Dan Bangsa

 

 

Sapardi Djoko Damono, dalam puisi berjudul “Bunga-bunga di taman,” menggambarkan bagaimana banyak bunga dengan jenis dan warna yang berbeda dalam satu taman yang sama (Damono, 1994: 11). Secara tidak langsung, puisi ini menggambarkan pula keadaan bangsa Indonesia yang majemuk. Indonesia dikatakan majemuk karena memiliki banyak suku, bahasa, adat-istiadat, budaya dan agama. Perbedaan-perbedaan inilah yang kemudian menghiasi dan mewarnai bangsa Indonesia.

Kendati demikian, hidup dalam perbedaan tidaklah mudah, apa lagi bila perbedaan dijadikan alasan untuk melahirkan konflik. Memang konflik lumrah terjadi di dalam interaksi sosial, namun jika konflik itu tidak disikapi dengan bijak, maka dapat menimbulkan ketidaknyamanan yang berujung pada perpecahan bangsa dan negara. Lalu bagaimana cara untuk mengatasi dan mengantisipasi terjadi konflik dalam kehidupan dengan penuh perbedaan seperti ini? Emile Durkheim, seorang sosiolog menawarkan teori Keteraturan sosialnya, baik dalam masyarakat perkotaan maupun masyarakat pedesaan. Hematnya, Durkheim menjelaskan bagaimana keteraturan dalam masyarakat dapat tercipta melalui proses tertib sosial yang bersadarkan norma yang berlaku dalam masyarakat, hukum sebagai norma yang baku dan kaku yang pada akhirnya melahirkan sebuah pola keteraturan.

Lalu apa afiliasi dengan Orang Muda Katolik, sebagai generasi bangsa dan Gereja? Kembali pada konteks masyarakat, yang mana tidak hanya terdiri dari satu agama. Dengan demikian, orang muda pada umumnya dan secara khusus orang muda Katolik harus mampu menempatkan diri sesuai dengan posisi yang tepat dalam masyarakat, seturut dengan pandangan Durkheim. Atau dengan kata lain, sebagai orang muda Katolik, tidak boleh memaksakan perspektif-perspektif Katolik secara spesifik kepada semua orang secara universal dalam masyarakat. Mengapa? Karena sekali lagi ditekankan bahwa tidak semua masyarakat itu beragama Katolik, yang artinya tidak semua masyarakat dapat menerima perspektif agama Katolik. Secara lebih spesifik, John Rawls dalam A Theory of Justice, menjelaskan tentang apa itu “posisi asali” manusia (Loe, 2015: 11). Yang mana posisi asali itu adalah sebuah sifat refektif personal atau individu dalam menyikapi perbedaan. Hakekatnya manusia adalah makhluk individu, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa manusia juga makhluk sosial, yang mana manusia memiliki kerinduan dan kebutuhan untuk berinteraksi secara manusiawi dengan manusia lain. Atau dapat dijabarkan bahwa OMK adalah anggota Gereja, tetapi juga memiliki kerinduan untuk berinteraksi dengan orang muda dari agama lain

Lalu bagaimana orang muda Katolik harus bersikap dalam interaksinya dengan sesama beragama lain, berhubungan dengan orang muda yang 100% Katolik dan 100% Indonesia? Menjawabi hal ini, sebenarnya kita perlu kembali pada hukum tertinggi dalam Gereja Katolik tentang “cinta kasih”. “Barang siapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih”(Bdk. 1 Yohanes 4: 8). Ajaran tentang mengasihi dalam Gereja Katolik, tidak hanya mengarah pada kasih terhadap sesama umat beriman Katolik semata, tetapi juga kepada semua orang, termasuk sesama beragama lain, sebagaimana yang tertulis dalam Injil Matius 5: 45, bahwa Allah menerbitkan matahari dan menurunkan hujan tidak hanya untuk orang baik, tetapi untuk semua orang. Maka dari itu, sikap saling menerima, menghargai dan menghormati cukup untuk membawa keharmonisan dalam interaksi orang muda Katolik dengan orang muda beragama lain. Atau dengan bahasa teoritis dalam buku Collected Paper (1999), Jhon Rawls menawarkan konsep nalar privat dan nalar publik. Artinya, dalam komunikasi pribadi, intern atau prifatnya orang muda Katolik boleh mengedepankan  konsep agama Katolik secara spesifik, tetapi dalam interaksi dan komunikasi bersifat publik, hal tersebut harus dihindari.

Kemudian, dalam menjawabi pertanyaan manakan yang lebih penitng, negara atau agama? Tentu saja dua-duanya sama penting, orang muda Katolik adalah umat Allah, tetapi di samping itu mereka juga adalah masyarakat yang berkewajiban menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Merujuk pada ajaran Yesus, “berikan kepada kaisar, apa yang menjadi hak kaisar dan berikan kepada Allah, apa yang menjadi hak Allah.” Bagaimana aplikasinya? Sebagai umat Gereja,  orang muda Katolik wajib menjalankan 10 perintah Allah dan 5 perintah Gereja, Aktif dalam kegiatan pastoral (katekese, kor, dsb). Dan sebagai masyarakat, orang muda Katolik wajib mematuhi aturan-aturan pemerintah dan menjaga kedaulatan bangsa Indonesia.

Ringkasnya, sebagai orang muda Katolik harus menjadi manusia yang ironis liberal, yang mana ia kuat dan tekun dalam imannya, tetapi dalam berinteraksi mampu menghargai, menghormati dan pada puncaknya merayakan perbedaan yang ada. Karena pada hakekatnya, seturut dengan pernyataan Richard Rorty bahwa segala sesuatu yang dipikirkan, dikatakan dan dilakukan oleh setiap orang, menggambarkan kualitas dirinya, kualitas imannya dan kualitas agamanya. Maka dari itu, gambarkanlah kualitas iman dan agama Katolik dalam tutur kata dan sikap kita sebagai orang muda Katolik yang cinta Gereja dan bangsa.

 

MPI_Dlh-G

 

REFERENSI

Damono, S. D. (1994). Manuskrip Puisi Hujan Bulan Juni. PT. Grasindo.

Lembaga Alkitab Indonesia. (2011). Alkitab Deuterokanonika (19th ed.). LAI dan LBI.

Loe, Y. B. I. (2015). Kebebasan Setara Sebagai Pilar Penyokong Keadilan Dalam Masyarakat Demokrasi Menurut John Rawls. Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero.

 

Selasa, 07 Februari 2023

CERCA HARAP DALAM GELAP

 




CERCA HARAP DALAM GELAP

               Refleksi Pribadi

 

Tertegun dalam bayang, benar benar berpikir keras. Masalahnya bukan soal luka bergaris pada fisik, lebih dari itu ini luka batin! Sakinya teredam raut palsu dengan senyum. Ya, senyum manis terlantunkan, tapi tak ada yang tahu suasana hati dengan bau busuk, sakit dengan luka kian membangkai. “Kapan kn lepas semua ini?” terumpat sebaris tanya dalam sedalam relung jiwa.

Aku masih muda, jalan perhelatanku masih teramat panjang. Lalu mengapa semudah itu kuputuskan harap sekian banyak kepala? Aku lalai dalam amanah, aku tersandung batu kepercayaan yang kian membengkakkan mata mereka, mereka kini pilu, dengan air muka yang kian kusut.

Marah pada ku?

Benci pada ku?

Tak menyukaiku?

Silahkan!

INILAH AKU DENGAN KEAKUANKU!

Salahkah insan tak sempurna ini Tuhan?

Hufffffffffffff,....

Percaya saja, cahaya tak benar-benar hilang, sekalipun hanya tersisa kunang-kunang di antara sukma penuh bimbang. Dari kekalutan yang begitu pekatnya, berusaha ku bangkit tuk rajut kembali benang yang tlah kusut. Benar memang itu sangatlah susah, tapi tidak lebih baik mati kembali sebagai “BANGKAI!”

Senin, 06 Februari 2023

PENDIDIKAN MEMBENTUK ATAU MERUBAH?

 



Modestus Peter Iwan Doluhalang

 

Berbicara tentang pendidikan mengingatkan kita pada pendapat Plato, bahwa “Kesempurnaan bukanlah bakat, tetapi keterampilan yang membutuhkan latihan.” Saya katakan demikian karena memang dalam pendidikan kita dapat melatih keterampilan kita, baik bagi seorang guru atau pendidik maupun sebagai seorang peserta didik. Dari ketidaktahuan kita belajar menjadi tahu, dari tidak terampil kita berlatih menjadi terampil. Menanggapi hal ini, bangsa Indonesia sudah sejak lama memperjuangkan kecerdasan kehidupan rakyatnya, dengan tujuan tidak lain untuk memajukan peradaban bangsa Indonesia, karena memang maju dan mundur peradaban suatu bangsa bergantung pada maju dan mundurnya kualitas rakyatnya. Inisiatif bangsa Indonesia ini nampak jelas dalam pembangunan sekolah sebagai tempat pendidikan formal dari tingkat sekolah dasar sampai pada perguruan tinggi.

Yang menjadi pertanyaan, bagaimana kabar pendidikan setelah 77 tahun merdekanya bangsa ini? Katanya semua diatur dakam sistem pendidikan, dan dalam sistem itu semua peserta didik distandarisasikan. Jika demikian sekian banyak siswa di negara besar  seperti negara Indonesia ini pasti dianggap “bodoh,” karena apa? Karena setiap anak cerdas di masing-masing aspek dan memiliki banyak perbedaan, baik dari jenis potensi, latar belakang dan sebagainya dan tidak bisa disamaratakan. Meminjam pernyatan Albert Einstein bahwa “semua anak itu jenius, tetapi jika seekor ikan dinilai dari bagaimana cara dia memanjat pohon, anak itu akan merasa bodoh seumur hidupnuya.” Kemudian disampaikan juga oleh Bapak Pendidikan Bangsa Indonesia, Ki Hajar Dewantara bahwa “padi tidak bisa menjadi jagung dan jagung tidak bisa menjadi padi” demikian sistem pendidikan dengan ciri khas standarisasi harusnya ditiadakan, karena dengan adanya standarisasi pendidikan bukannya membentuk potensi anak, tetapi justru menghancurkan dan merubah potensi itu sesuai standar yang berlaku, padahal belum tentu standar itu sama dengan karakter anak itu sendiri. Dengan demikian sangat diharapkan semua pihak dalam menindaklanjuti hal ini, baik pihak pemerintah, pihak sekolah, orang tua dan masyarakat.

Yang memegang peran penting dalam pendidikan formal memanglah guru, tetapi pendidikan pertama dan terutama berada dalam  keluarga dan dalam masyrakat. Seperti kata Ki Hajar Dewantara bahwa “setiap orang bisa menjadi guru, dan setiap rumah bisa menjadi sekolah.” Artinya bahwa pendidikan tidak hanya terjadi di sekolah saja, tetapi pendidikan juga terjadi di semua tempat. “setiap orang bisa menjadi guru” mengartikan bahwa pendidikan dalam hal belajar bisa didapatkan dari siapa saja, baik itu orang tua, keluarga dan teman. Pendidikan yang dimasudkan Bapak Pendidikan Nasional ini adalah pendidikan atau pembelajaran secara terbuka, dari siapa saja dan di mana saja. Dan dengan bebas mengekspresikan potensi diri sesuai dengan karakteristik. Dalam hal ini, dibutuhkan peran serta secara aktif dari masyarakat. Dikatakan demikian karena jika pembelajaran terjadi di mana saja, termasuk dalam lingkungan masyarakat, maka masyarakat pun harus memberikan contoh yang mendidik atau contoh yang baik.

Selanjutnya, beralih pada kebebasan belajar sesuai potensi diri. John Rawls dalam tesisnya tentang kebebasan setara menyatakan bahwa kebebasan pada satu pihak tidak akan menimbulkan konflik, jika tidak merugikan kebebasan pihak lain. Dua pihak yang hendak diandaikan di sini adalah pihak sekolah dan pihak peserta didik. Jika kebebasan siswa dalam belajar guna mengembangkan potensi diri yang berbeda-beda tidak diintimidasi oleh sistim standarisasi tidak mungkin ada siswa yang dicap “bodoh”. Karena apa, pada dasarnya setiap orang akan dengan bahagia dalam melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya, tinggal saja pihak kedua yaitu pihak sekolah membimbing, mengarahkan dan membentuk potensi, tanpa merubah potensi itu. Dengan demikian tidak mungkin tidak tercipta pendidikan yang efektif.

KAJIAN KEADILAN MENURUT JOHN RAWLS DAN IMPLEMENTASINYA DALAM AKSI DEMONSTRASI PENOLAKAN PENDIRIAN GEREJA DI DESA BRINGKANG KECAMATAN MENGANTI KABUPATEN GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR

  Latar Belakang

Pada 27 April 2017, seorang sastrawan bernama Sitti Khadeeja menuliskan sebuah puisi dengan judul “Keadilan Yang Hilang.” Dengan potongan lirik sebagai berikut: “.....Kepada siapa keadilan berpihak? Hanya tuan puanlah yang memilikinya.” Dalam puisi ini, baik judul maupun isi menggambarkan bagaimana refleksi mendalam dari penulis tentang ketimpangan keadilan di negara Indonesia.[1] Hematnya penulis menggambarkan keadaan keadilan dan hukum yang bersifat tajam ke bawah dan tumpul ke atas atau dengan kata lain memihak pada kaum kapitalis seturut teori konsep demokrasi Liberal-Kapitalis. Tidak hanya itu, diskriminasi keadilan juga terjadi antara kelompok mayoritas dan kelompok minoritas dari aspek agama, sebagaimana yang dituliskan oleh Abdi (2020, Oktober 11):

1.             Pada tanggal 13 September 2020, sekelompok warga Graha Prima Jonggol di Bogor menolak ibadat jemaat Gereja Pentakosta.

2.             Pada tanggal 13 September 2020, sekelompok warga di daerah Bekasi mengganggu ibadah jemaat HKBP KSB.

3.             Pada tanggal 21 September 2020, umat Kristen dilarang beribadah oleh sekelompok orang di desa Ngastemi kabupaten Mojokerto.[2]

Dari persoalan intoleransi agama ini, banyak orang menilai bahwa hukum bersikap tajam kepada kaum minoritas dan tumpul terhadap kaum mayoritas. Persoalan semacam ini kemudian terjadi lagi pada tanggal 4 April 2022, Warga Bringkang tolak pendirian Gereja.[3] Pada tulisan ini penulis hendak menganalisa duduk persoalan penyebab sikap intoleransi di desa Bringkang sesuai dengan hukum negara Indonesia dan teori kebebasan setara dalam tesis John Rawls, refleksi dari hasil diskusi bersama beberapa teman-teman mahasiswa Sekolah Tinggi Pastoral Keuskupan Agung Kupang.

Dari uraian latar belakang di atas, penulis kemudian merumuskan rumusan masalah sebagai berikut:

1.     Bagaimana gambaran persoalan warga Bringkang tolak pendirian Gereja di Desa Bringkang Kecamatan Menganti Kabupaten Gresik Provinsi Jawa Timur?

2.           Bagaimana landasan hukum Indonesia dan Teori keadilan John Rawls?

3.     Bagaimana hubungan persoalan warga Bringkang tolak pendirian Gereja di Desa Bringkang Kecamatan Menganti Kabupaten Gresik Provinsi Jawa Timur dengan Teori keadilan John Rawls?

 Gambaran Persoalan Warga Bringkang Tolak Pendirian Gereja

Berdasarkan berita yang dituliskan oleh jurnalis Willy Abraham pada media Surabayatribunnews.com dengan judul berita Warga: Bringkang Tolak Pendirian Gereja, Camat Menganti Gresik Sebut Sudah Ada Audiensi, pada tanggal 4 April 2022 dapat diuraikan pokok persoalan sebagai berikut. Warga setempat melakukan aksi demonstrasi dengan membawa spanduk dan banner sambil berorasi di depan sebuha gudang yang untuk sementara digunakan sebagai tempat ibadah umat Kristen dan rencananya akan renovasi menjadi Gereja. Hal ini dipicu bukan karena warga setempat tidak mengijinkan penggunaan dan pembangunan gudang tersebut sebagai tempat ibadah, tetapi justru karena pihak Gereja yang bersangkutan tidak mengindahkan atau melanggar poin dari kesapakan yang telah dibuat bersama antara pihak Gereja dan warga setempat. Warga telah setuju dengan penggunaan dan pembanguna Gereja di tempat tersebut, tetapi karena kesalahan pihak Geraja, maka waarga setempat melakukan aksi demonstrasi sebagai bentuk penolakan.

Jika diamati dengan seksama, ditemukan bahwa proses pembanguan dan penggunaan gedung sebagai tempat ibadah sudah di “ia-kan” warga sesuai prosedur hukum seturut Pasal 18 Peraturan Bersama Menteri  (PMB) Agama dan Menteri Dalam Negeri no. 8 dan 9 Tahun 2006.  Namun karena pihak Gereja melakukan aktifitas ibadah diluar kesepakatan dan prosedur sesuai aturan yang berlaku, maka warga setempat merasa tidak terima dan melakukan penolakan.

 Pengertian Keadilan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Tim Redaksi Pusat Bahasa, 2008: 1098), kata keadilan berasal dari kata dasar adil yang berarti: “Tidak memihak; berpihak pada yang benar; dan tidak sewenang-wenang.”  Maka dapat diartikan keadilan sebagai sikap tidak sewenang-wenang, tidak memihak, dan tidak subjektif.

Sementara itu John Rawls sebagai mana yang dikutip dari skripsi Loe (2015: 46) berpendapat bahwa: “keadilan adalah kebajikan utama dari hadirnya institusi-institusi sosial. Yang mana kebaikan bagi sekelompok masyarakat tidak boleh mengesampingkan hak kelompok atau pihak lain. Dari pengertian di atas penulis menyimpulkan bahwa keadilan adalah sikap manghargai hak pribadi dengan tidak mengurangi hak pihak lain.

 Landasan Hukum Tentang Keadilan di Indonesia

Panca Sila adalah dasar filosofi keadailan bangsa Indonesia yang kemudian di jabarkan dalam UUD 1945, UU dan aturan hukum lainnya. Sila ke-lima Pancasila Dasar Negara Indonesia berbunyi: Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Keadilan yang dimaksudkan di sini adalah keadilan di berbagai aspek masyarakat tanpa diskriminasi apapun dan dari pihak manapun, sesuai yang tertuang dalam UUD 1945 tentang kebebasan dari Pasal 28 sampai pada pasal 29 (Tim redaksi Pustaka Baru, 2014), kemudian UU no. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

 Konsep Rawls Tentang Keadilan

Kritik Rawls terhadap ultilitarisme dan untisionisme memperlihatkan bahwa kebebasan dan kesetaraan menjadi basis bagi teori keadilannya. Ia menegaskan bahwa dua prinsip ini hendaknya tidak dikorbankan demi manfaat sosial atau ekonomi, berapapun manfaat yang diperoleh dari sikap itu (Ujan, 2001: 59). Sebab, penerapan kedua prinsip ini tidak hanya mampu menciptakan kebaikan dan keadilan dalam hidup bersama tetapi juga mampu menjaga stabilitas dari generasi ke generasi.

Menurut Rawls “suatu teori, betapapun elegan dan ekonomisnya, harus ditolak atau direvisi jika ia tidak benar; demikian juga hukum dan dan institusi, tidak peduli betapapun efisien dan rapinya, harus direformasi atau dihapuskan jika tidak adil” (Rawls, 2006: 3;4). Itu berarti, sebuah teori keadilan yang dikembangkan harus didasarkan pada prinsip-prinsip keadilan. Kebebasan dan kesetaraan merupakan prinsip penting dari teori keadilan Rawls kerena dianggap sebagai basis terciptanya keadilan. Berikut akan dijelaskan prinsip-prinsip yang membangun teori keadilan Rawls.

Dua Prinsip Keadilan

Dua prinsip keadilan Rawls yang akan disebutkan ini berangkat dari gagasan posisi asali di mana manusia dinobatkan sebagai person moral yang memiliki daya untuk memahami kebaikan dan mencitrakan keadilan. Daya ini menggerakan setiap orang untuk mengakui dan menyadari bahwa kebebasan dan kesetaraan sebagaimana termuat dalam prinsip keadilan Rawls sebagai hal yang sepatutnya harus diperhatikan, diusahakan dan dilindungi.

Dua prinsip keadilan tersebut berbunyi: Pertama, setiap orang mempunyai hak yang sama atas kebebasan dasar yang paling luas, seluas kebebasan yang sama bagi semua orang. Kedua, ketimpangan sosial dan ekonomi mesti diatur sedemikian rupa sehingga (a) dapat diharapkan memberi keuntungan semua orang dan (b) semua posisi dan jabatan terbuka bagi semua orang (Rawls, 2006: 72). Dua prinsip ini merupakan penegasan bahwa untuk menciptakan tatanan kehidupan yang baik dan adil orang tidak hanya membutuhkan kebebasan tetapi sekaligus membutuhkan pembagian barang material yang adil. Tanpa barang material kebebasan asasi tak akan bermanfaat sama sekali (Otto G. Madung, 2011: 67). Prinsip-prinsip ini hendak menjelaskan dua hal: Pertama, kebebasan merupakan hal yang penting karena itu ia harus disejajarkan dengan nilai-nilai yang lain. Kedua, keadilan tidak selalu berarti semua orang harus mendapat sesuatu secara merata. Menurut Rawls, ketidaksamaan itu boleh saja ada dan dapat dibenarkan apabila mendatangkan manfaat bagi semua secara khusus bagi mereka yang paling sering tidak diuntungkan (Ujan, 2001: 72-73).

Lebih jauh, untuk menjamin efektifitas prinsip-prinsip tersebut, Rawls menegaskan bahwa keduanya harus diatur dalam tatanan yang disebutnya sebagai serial order. Tatanan ini mengatur hak-hak dan kebebasan-kebebasan dasar tidak boleh ditukar dengan keuntungan-keuntungan ekonomis dan sosial. Dengan demikian, Rawls hendak memberi penekanan pada prinsip pertama yang mengatur kebebasan yang setara dibanding kebebasan yang kedua. Penerapan dan pelaksanaan prinsip keadilan yang kedua tidak boleh bertentangan dengan prinsip keadilan yang pertama (Ujan, 2001: 73). Penekanan pada prinsip yang pertama tidak boleh dilihat sebagai usaha mengabaikan prinsip yang kedua tetapi harus dipandang sebagai cara untuk menjaga agar kedua prinsip tidak saling bertentangan dan bertabrakan.

Prinsip pertama menegaskan bahwa kebebasan menjadi hal yang harus diprioritaskan. Pembatasan terhadap kebebasan hanya diperbolehkan sejauh hal itu dilakukan demi melindungi dan mengamankan pelaksanaan kebebasan itu sendiri. Hal ini juga bermaksud agar kebebasan diatur di dalam konstitusi sehingga praktek kebebasan harus memperlihatkan keselamatan dan hidup yang baik dari orang lain. Artinya, pelaksanaan kebebasan satu orang tidak boleh membahayakan kebebasan orang lain. Prinsip keadilan yang kedua menuntut ketidaksamaan dalam mencapai nilai-nilai sosial dan ekonomi. Namun ketidaksamaan itu hanya dibenarkan apabila tetap membuka peluang bagi keuntungan semua orang secara khusus bagi yang paling tidak diuntungkan. Oleh karena itu, ketidaksamaan itu tidak boleh dilihat sebagai ketidakadilan.

 

Hubungan Persoalan Warga Bringkang Tolak Pendirian Gereja Dengan Teori Keadilan John Rawls

Berdasarkan uraian persoalan dan teori kebebasan serta dasar keadilan di Indonesia, penulis kemudian menyimpulkan sebagai berikut: Pertama dengan menjunjung tinggi Bineka Tunggal Ika, semboyan pada dasar filosofi keadilan di Indonesia, maka sepatutnya ditiadakan istilah mayoritas dan minoritas. Kemudian dengan mengingat isi UUD 1945 BAB XI Pasal 29 bahwa negara menjamin kemerdekaan bagi setiap warga dalam memilih, menganut dan menjalankan ajaran agama sesuai ajaran agamanya masing-masing tanpa tekanan dan paksaan dari puhak manapun, maka seharusnya setiap warga negara bebas untuk meribadah kapan dan di mana pun. Tetapi kembali mengingat aturan hukum yang tertuang dalam Pasal 18 Peraturan Bersama Menteri  (PMB) Agama dan Menteri Dalam Negeri no. 8 dan 9 Tahun 2006, maka seharusnya musyawarah mufakat harus dilebihdahulukan dan harus dengan bijaksana dilaksanakan. Berkaitan dengan persoalan ini, sebenarnya konflik tidak mungkin terjadi, jika saja pihak Gereja tidak melanggar isi kesepakatan bersama. Jika dilihat dari teori keadilan John Rawls, maka dapat disimpulkan bahwa pihak Gereja memaksakan kebebasannya dengan tidak memperhatikan kebebebasan pihak lain. Hal inilah yang kemudian memicu terjadinya demonstrasi. Dari perfektif penulis, penulis membenarkan sikap warga setempat, mengapa? Karena tindakan pihak Gereja yang tidak sesuai dengan kesepakatan dan aturan berlaku, karena jika hasil musyawarah mufakat (demokrasi Pancasila) tidak diindahkan makan sidat hukum yang mengikat dan memaksa harus digerakan.

Simpulan

Negara Indonesia merupakan negara hukum. Demikian segala sesuatu dalam kehidupan kemasyarakatan diatur oleh hukum, sama halnya dengan proses penggunaan dan renovasi bangunan sebagai tempat ibadah di Desa Bringkang Kecamatan Menganti Kabupaten Gresik Provinsi Jawa Timur. Persoalan yang terjadi sepatutnya tidak terjadi jika masing-masing pihak memegang teguh keadilan dan hukum yang berlaku, atau dengan bahasa teori keadilan John Rawls tidak akan terjadi konflik jika pihak Gereja dan warga setempat saling menjaga kebebasan masing-masing atau tidak saling merugikan kebebasan pihak lain.

Referensi

Abdi, A. P. (2020) Kasus Intoleransi Terus Bersemi Saat Pandemi, Tirto.id. Available at: https://tirto.id/kasus-intoleransi-terus-bersemi-saat-pandemi-f5Jb. Diakses tanggal 30 November 2022.

Abraham, W. (2022) Warga Bringkang Tolak Pendirian Gereja, Camat Gresik Sebut Sudah Ada Audiensi, Surya.co.id. Available at: https://surabaya.tribunnews.com/amp/2022/04/10/warga-bringkang-tolak-pendirian-gereja-camat-menganti-gresik-sebut-sudah-ada-audiensi. Diakses tanggal 30 November 2022.

Khadeeja, S. (2017) Keadilan Yang Hilang, SCRIBD. Available at: https://www.scribd.com/document/346523927/Puisi-Keadilan-Yang-Hilang. Diakses tanggal 30 November 2022.

Loe, Y. B. I. (2015) Kebebasan Setara Sebagai Pilar Penyokong Keadilan Dalam Masyarakat Demokrasi Menurut John Ralws. Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero.

Otto G. Madung (2011) Politik Diverensiasi Versus Politik Martabat Manusia?,. Maumere: Ledalero.

Rawls, J. (2006) A Theory of Justice. Diterj. U. Fauzan dan H. Prasetyo. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Tim Redaksi Pusat Bahasa (2008) Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). 4th edn. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Tim redaksi Pustaka Baru (2014) UUD NKRI 1945. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Ujan, A. A. (2001) Keadilan dan Demokrasi. Telaah Filasafat Politik John Rawls. Yogyakarta: Kanisius.

NATAL

Natal dalam tradisi Gereja Katolik diartikan sebagai “Penghayatan atau Perayaan kelahiran Yesus Kristus Sang Penebus dunia.” Di malam penuh ...