Mengenai Saya

Foto saya
Kupang, Nusa Tenggara Timur, Indonesia

Sabtu, 11 Februari 2023

Pemuda Cinta Gereja Dan Bangsa

 



Pemuda Cinta Gereja Dan Bangsa

 

 

Sapardi Djoko Damono, dalam puisi berjudul “Bunga-bunga di taman,” menggambarkan bagaimana banyak bunga dengan jenis dan warna yang berbeda dalam satu taman yang sama (Damono, 1994: 11). Secara tidak langsung, puisi ini menggambarkan pula keadaan bangsa Indonesia yang majemuk. Indonesia dikatakan majemuk karena memiliki banyak suku, bahasa, adat-istiadat, budaya dan agama. Perbedaan-perbedaan inilah yang kemudian menghiasi dan mewarnai bangsa Indonesia.

Kendati demikian, hidup dalam perbedaan tidaklah mudah, apa lagi bila perbedaan dijadikan alasan untuk melahirkan konflik. Memang konflik lumrah terjadi di dalam interaksi sosial, namun jika konflik itu tidak disikapi dengan bijak, maka dapat menimbulkan ketidaknyamanan yang berujung pada perpecahan bangsa dan negara. Lalu bagaimana cara untuk mengatasi dan mengantisipasi terjadi konflik dalam kehidupan dengan penuh perbedaan seperti ini? Emile Durkheim, seorang sosiolog menawarkan teori Keteraturan sosialnya, baik dalam masyarakat perkotaan maupun masyarakat pedesaan. Hematnya, Durkheim menjelaskan bagaimana keteraturan dalam masyarakat dapat tercipta melalui proses tertib sosial yang bersadarkan norma yang berlaku dalam masyarakat, hukum sebagai norma yang baku dan kaku yang pada akhirnya melahirkan sebuah pola keteraturan.

Lalu apa afiliasi dengan Orang Muda Katolik, sebagai generasi bangsa dan Gereja? Kembali pada konteks masyarakat, yang mana tidak hanya terdiri dari satu agama. Dengan demikian, orang muda pada umumnya dan secara khusus orang muda Katolik harus mampu menempatkan diri sesuai dengan posisi yang tepat dalam masyarakat, seturut dengan pandangan Durkheim. Atau dengan kata lain, sebagai orang muda Katolik, tidak boleh memaksakan perspektif-perspektif Katolik secara spesifik kepada semua orang secara universal dalam masyarakat. Mengapa? Karena sekali lagi ditekankan bahwa tidak semua masyarakat itu beragama Katolik, yang artinya tidak semua masyarakat dapat menerima perspektif agama Katolik. Secara lebih spesifik, John Rawls dalam A Theory of Justice, menjelaskan tentang apa itu “posisi asali” manusia (Loe, 2015: 11). Yang mana posisi asali itu adalah sebuah sifat refektif personal atau individu dalam menyikapi perbedaan. Hakekatnya manusia adalah makhluk individu, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa manusia juga makhluk sosial, yang mana manusia memiliki kerinduan dan kebutuhan untuk berinteraksi secara manusiawi dengan manusia lain. Atau dapat dijabarkan bahwa OMK adalah anggota Gereja, tetapi juga memiliki kerinduan untuk berinteraksi dengan orang muda dari agama lain

Lalu bagaimana orang muda Katolik harus bersikap dalam interaksinya dengan sesama beragama lain, berhubungan dengan orang muda yang 100% Katolik dan 100% Indonesia? Menjawabi hal ini, sebenarnya kita perlu kembali pada hukum tertinggi dalam Gereja Katolik tentang “cinta kasih”. “Barang siapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih”(Bdk. 1 Yohanes 4: 8). Ajaran tentang mengasihi dalam Gereja Katolik, tidak hanya mengarah pada kasih terhadap sesama umat beriman Katolik semata, tetapi juga kepada semua orang, termasuk sesama beragama lain, sebagaimana yang tertulis dalam Injil Matius 5: 45, bahwa Allah menerbitkan matahari dan menurunkan hujan tidak hanya untuk orang baik, tetapi untuk semua orang. Maka dari itu, sikap saling menerima, menghargai dan menghormati cukup untuk membawa keharmonisan dalam interaksi orang muda Katolik dengan orang muda beragama lain. Atau dengan bahasa teoritis dalam buku Collected Paper (1999), Jhon Rawls menawarkan konsep nalar privat dan nalar publik. Artinya, dalam komunikasi pribadi, intern atau prifatnya orang muda Katolik boleh mengedepankan  konsep agama Katolik secara spesifik, tetapi dalam interaksi dan komunikasi bersifat publik, hal tersebut harus dihindari.

Kemudian, dalam menjawabi pertanyaan manakan yang lebih penitng, negara atau agama? Tentu saja dua-duanya sama penting, orang muda Katolik adalah umat Allah, tetapi di samping itu mereka juga adalah masyarakat yang berkewajiban menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Merujuk pada ajaran Yesus, “berikan kepada kaisar, apa yang menjadi hak kaisar dan berikan kepada Allah, apa yang menjadi hak Allah.” Bagaimana aplikasinya? Sebagai umat Gereja,  orang muda Katolik wajib menjalankan 10 perintah Allah dan 5 perintah Gereja, Aktif dalam kegiatan pastoral (katekese, kor, dsb). Dan sebagai masyarakat, orang muda Katolik wajib mematuhi aturan-aturan pemerintah dan menjaga kedaulatan bangsa Indonesia.

Ringkasnya, sebagai orang muda Katolik harus menjadi manusia yang ironis liberal, yang mana ia kuat dan tekun dalam imannya, tetapi dalam berinteraksi mampu menghargai, menghormati dan pada puncaknya merayakan perbedaan yang ada. Karena pada hakekatnya, seturut dengan pernyataan Richard Rorty bahwa segala sesuatu yang dipikirkan, dikatakan dan dilakukan oleh setiap orang, menggambarkan kualitas dirinya, kualitas imannya dan kualitas agamanya. Maka dari itu, gambarkanlah kualitas iman dan agama Katolik dalam tutur kata dan sikap kita sebagai orang muda Katolik yang cinta Gereja dan bangsa.

 

MPI_Dlh-G

 

REFERENSI

Damono, S. D. (1994). Manuskrip Puisi Hujan Bulan Juni. PT. Grasindo.

Lembaga Alkitab Indonesia. (2011). Alkitab Deuterokanonika (19th ed.). LAI dan LBI.

Loe, Y. B. I. (2015). Kebebasan Setara Sebagai Pilar Penyokong Keadilan Dalam Masyarakat Demokrasi Menurut John Rawls. Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero.

 

1 komentar:

NATAL

Natal dalam tradisi Gereja Katolik diartikan sebagai “Penghayatan atau Perayaan kelahiran Yesus Kristus Sang Penebus dunia.” Di malam penuh ...